Iseng2 buka
email beberapa tahun yang lalu, tepatnya 6 Februari 2007, ternyata saya
pernah membuat tulisan ini dan mengirimkannya kepada seorang sahabat
yang sampai detik ini pun belum pernah saya saya temui secara langsung.
Katanya cara bertutur saya dalam tulisan ini seperti Ayu Utami,
hehehehe... whatever lah.. saya cuma belajar menulis. And... this is
it.... sedikit cerita saya tentang hujan :)
Hujan dan memoar tentang cinta
Titik-titik hujan merangkai suasana sendu…
Hujan
senantiasa memberi saya inspirasi-inspirasi tak terduga.
Perpaduan gerak tetes-tetesnya membentuk bias-bias gambar dimana-mana,
ditiap helai daun diluar sana , dikaca jendela dan juga hati saya.
Tentang yang ada dihati saya, entah mengapa menampakkkan sekian episode masa lalu. Flash Back… seperti film dokumenter tempoe doeloe, begitu hidup..begitu dekat.. . seperti baru kemaren.
Titik-titik hujan melagukan tema masa lalu..
Bicara soal hujan, saya menyebutnya bicara soal “Destiny”. Ya… turunnya hujan kebumi adalah takdir dari
Tuhan. Ia bisa membawa kesuburan akan tetapi bisa juga menjadi penyebab
bencana. Hujan adalah kehendaknya. Begitupula masa-masa yang saya
lewati juga adalah kehendaknya.
Hujan
selalu punya momen tersendiri bagi saya. Mungkin sedikit romantis atau
cenderung melankolis tapi ini bukan hiperbola. Ya, berkali-kali saya
jatuh cinta, ada saja kenangangannya dengan hujan. Walaupun tak pernah
seindah seperti film-film Bolliwood.
Titik-titik hujan membuka fikiranku tentang sudah begitu lama semuanya berlalu.
Rasanya, terakhir musim hujan berlalu,
adalah terakhir saya mendapat keputusan bahwa seseorang yang sangat
saya cintai dan saya kira bisa menemani meniti hidup, ternyata bukan
takdir saya. Waktu itu cukup bingung juga untuk membedakan deras titik
hujan dan tetesan air mata serta ekspresi saya yang sedikit melankolis. It’s Human being. Isn’t it?? Dikhianati memang menyakitkan. Saya trauma.
Kemudian
saya juga ingat musim hujan terakhir ketika saya merasa amat damai kala
merasakan jatuh cinta lagi. Lima tahun lalu, melalui sebuah Mailing List di internet. Sedikit gambling
dan tak yakin memang berteman dengan seseorang dari dunia maya,
walaupun dia nyata ada diseberang lautan sana . Tapi proses itu terus
berjalan, menjajaki pribadi satu sama lainnya, hingga memasuki
pertengahan tahun ketiga dari perkenalan itu akhirnya saya mulai berani
sedikit terbuka terhadap perasaan saya.Keyakinan itu semakin bertambah
ketika dia menyatakan ingin bertemu dengan saya. Nekad. Ah, rasanya tak
mungkin. Tapi saat itu 25 Februari 2006, sabtu siang hujan mengguyur
kota
khatulistiwa, dia berdiri tepat dihadapan saya. Unbelievable. Itu pertama kalinya saya melihat orang yang slama ini saya fikir cuma iseng saja.
Hampir
setahun berlalu, cinta itu hampir tak dapat dipercaya, tapi dia ada dan
semakin dekat. Saat ini saya sedang menghitung hari menunggu datangnya
25 Februari kedua. Dimana pada saat itu, pangeran bebek itu akan datang menjemput saya dan membawa saya keistanannya (pastinya dengan tidak membawa virus flu burung J )
Titik
hujan menyadarkan saya tentang takdir Tuhan….
Memang
cinta itu bukan hak. Betapapun saya pernah mencintai seseorang dengan
sepenuh jiwa dan menganggap dia adalah jodoh saya, tapi ternyata salah.
Malahan orang yang dulunya sama sekali tak pernah ada dalam mimpi saya
sekalipun, bahkan saya sebut dengan “Pangeran Bebek” ternyata adalah jodoh yang Tuhan berikan untuk saya, InsyaAllah.
Titik-titik hujan itu mengajarkan saya menikmati hidup apa adanya…
Hujan
tak pernah dibuat-buat. Dia turun sesuai perintah sang empunya. Dia
juga tak pernah menyesal telah membasahi bumi. Begitu pula hidup,
mestinya berjalan apa adanya, menikmati setiap kehilangan, keperihan
yang perlahan menjelma menjadi nikmat. Nikmat bersabar, nikmat mencari
hikmah dengan menghayati luka itu sendiri tanpa penyesalan.
Ya,
mengapa kita mesti protes ketika kehilangan cinta atau ketika belum
menemukan Soulmate? Mengapa tak percayakan saja semuanya pada Tuhan?
Biarlah dia saja yang menggantikan dengan yang lebih baik atau
memberikan yang terbaik. Nanti.
Akhirnya…
Wajah-wajah masa lalu itu tinggal abadi di album hati. Sperti slide
yang otomatis terputar kapan saja hati ini kosong. Dan dari situlah
kehilangan menjadi lebih bermakna. Bukankah kedewasaan itu datang
setelah kita bisa mengendalikan diri kita? Untuk tetap tabah, untuk
tidak menggerutu atas takdir yang maha kuasa dan untuk senantiasa tegar
melangkah.
“Believe in
Allah, someone in somewhere is made for you”*
* Kata bijak seorang teman, yang membuat saya semakin yakin kepada Tuhan saya”
No comments:
Post a Comment