Ikhlas ketika belum dikarunia anak-anak yang sholeh dan sholehah

Wednesday, May 14, 2014 | me | 26 Comments so far


Jika cinta itu angin, rentangkan layarku

Pada udara yang tak panas dan tak dingin

Jika cinta itu laut, layarkan perahuku

Pada ombak  yang tak badai dan tak mati
(Puisi “Doa Sederhana” Ahmadun Yosi Herfanda -1980)

Potongan Puisi  yang indah itu saya kutip untuk undangan pernikahan saya dulu. Harapan saya adalah memiliki sebuah pernikahan yang bahagia, hangat dan tak ada badai yang berarti yang kami hadapi.

Menikah, berkeluarga, rumah tangga yang bahagia, harmonis, tambah bahagia ketika buah hati hadir, dan kitapun bersama membesarkan anak-anak hingga dewasa, berada dirumah kita yang sejuk dengan anak cucu, hingga tua, hingga renta, sedikit sakit saja harapannya dan akhirnya tutup usia. Ah, hidup seperti itu semua orang pasti mengidam-idamkannya. Tapi ketika harapan tak semuanya menjadi kenyataan, haruskah kita akhiri pernikahan itu, pantaskah kita menggerutu tak bersyukur dan tak IKHLAS menjalaninya. Menjalani semua pilihan yang sudah kita buat?

Saya menikah tanggal 17 Mei tahun 2009, dengan seorang lelaki yang umurnya selisih 8 tahun lebih tua dari saya. Perkenalan kami juga cukup unik, dari internet, 4 kali bertemu dalam rentang waktu 4 tahun dan kemudian menikah. Musibah kecil dihari pernikahan yang banyak orang bilang sebagai pertanda buruk tak pernah kami gubris. Toh sampai dengan saat ini Alhamdulillah kami masih bersama. Dia saya pilih menjadi suami saya karena keimanannya, sifatnya yang sabar dan bijaksana, seorang imam dalam rumahtangga bukannya harus  memiliki sifat itu. Bagaimana kalau saya sebagai istri tidak sabar, suka mengomel, ceroboh dalam mengambil keputusan? Kalau dia tidak sabar dan bijaksana, entah  apa kami masih merayakan wedding anniversary kami yang ke-5 sebentar lagi. Entahlah.. saya takut memikirkan itu.


Kapankah saya dikaruniai Allah anak-anak yang sholeh dan sholehah?
Menikah dan kemudian tak lama setelah itu hamil  dan melahirkan, ah senangnya ya, kebahagiaan lengkap, impian semua orang termasuk saya dan suami. Kenyataannya sampai dengan tahun kelima pernikahan kami, kami belum juga dikarunia anak. Rasanya seperti apa sih ketika ada saudara dan teman yang berbagi kabar baik tentang kehamilannya atau ketika melihat pasangan suami istri jalan-jalan di mall atau ditaman dengan mendorong anak mereka di troller bayi yang lucu? Atau perasaan apa sih yang saya rasakan ketika menggendong anak saudara, teman dan tetangga yang menggemaskan? Atau ketika teman-teman pamer foto-foto dan cerita anak mereka di Facebook, twitter dan BBM. Ya Allah, tiba-tiba dada saya sesak, nyes… campur aduk, bahagia, sedih, iri, dan marah kepada diri sendiri. ya Allah kapan saya bisa merasakan indahnya saat hamil, sakit dan tegangnya proses melahirkan, menyusui dan merawat anak-anak saya. Kapan saya bisa dipanggi dengan sebutan Bunda oleh suara-suara lucu yang menggemaskan, yang membuat saya setiap hari ingin pulang cepat dari kantor dan memeluk mereka.

Mudahkah untuk tetap menjaga keikhlasan dan kesabaran menjalani pernikahan yang kata orang (kebanyakan) belum lengkap ini? Mudahkah menjaga hati tetap sabar ketika saudara bertanya, teman menyindir, orang tak dikenal menanyakan ibu sudah punya anak berapa? Mudahkah menjaga hati agar tetap ikhlas ketika tidak sedikit rupiah yang diperoleh  dari hasil bekerja dari pagi sampai sore, untuk berobat ke dokter, periksa ini periksa itu tapi hasilnya masih nihil. Mudahkah untuk ikhlas dan tidak menangis ketika setiap bulan melihat tanda satu garis  saja padahal sudah telat datang bulan. Mudahkah untuk tetap ikhlas dan terlihat baik-baik saja didepan orangtua dan mertua saat mereka sudah mulai merengek meminta cucu?
Tak semua orang bisa merasakan yang kami rasakan dan kami juga tidak berharap banyak orang lain mengerti perasaan kami, apa yang kami rasakan. Saya pikir cobaan orang berbeda-beda. Rejeki orang juga berbeda-beda. Allah maha adil dan maha baik. Walaupun sampai dengan saat ini saya belum pernah sekalipun hamil dan memiliki anak, namun saya bersyukur saya masih diberikan seorang suami yang baik, sabar dan setia bersama saya. Walaupun keluarga kami belum lengkap, tapi saya bersyukur saya sudah memiliki rumah untuk anak-anak kami nanti, sehingga ketika mereka lahir mereka tidak lagi kedinginan atau kepanasan, ada tempat berteduh yang nyaman untuk mereka. Menjadi ikhlas terhadap ketentua Allah bukanlah perkara mudah, saya manusia biasa yang bisa marah, kecewa, sedih karena doa saya dan suami belum dikabulkan olehNya. Apakah saya tidak pantas jadi seorang ibu? Ataukah Allah punya rencana lain? Saya tidak tahu, hanya Allah yang maha tahu dan mengatur semuanya.



Belajar Ikhlas dari Nabi Dzakariah

Siapa saya yang begitu sombongnya meminta kepada Allah? padahal saya masih sering melaksanakan sholat 5 waktu hanya karena kewajiban, bukan karena begitu cintanya saya kepada Allah yang memberikan saya hidup. Siapa saya yang meminta diberikan anak-anak yang sholeh dan sholehah dengan doa yang menggebu-gebu dan memaksa, sedangkan nabi Dzakariah saja yang notabene adalah nabi Allah bahkan harus diuji kesabaran dan keikhlasannya selama 90 tahun. Siapa saya yang memanjatkan doa kadang tak serius, padahal Nabi Dzakariah saja terus menerus meminta dengan doa yang khusu’ kepada Allah selama 90 tahun untuk dikaruniai anak-anak yang sholeh  dari istrinya yang jelas-jelas telah divonis mandul. 

Saya belajar keikhlasan dari nabi Dzakariah. Ketika ia serius dalam berdoa dan benar-benar meminta kepada Allah tanpa terburu-buru disaat itulah Allah ridho memberi karunia anak yang sholeh yaitu nabi Yahya. Ya... mungkin saya selama ini belum bersungguh-sungguh dalam berdoa, terburu-buru agar doanya dikabulkan.  Saya mencoba terus berusaha ikhlas menjalani setiap fase kehidupan saya, karena dengan ikhlas hati saya menjadi tenang. Ikhlas memang tidak mudah, namunketika kesedihan mulai datang, saya selalu berdoa  meminta diberikan kekuatan dan keikhlasan menjalani semua ini. 

Hal lain yang membuat saya semakin ikhlas menerima semua ketentuan dariNya adalah karena saya tidak sendiri. Bukan saya satu-satunya perempuan di dunia ini yang belum memiliki anak. Diluar sana masih banyak perempuan-perempuan seperti saya yang belum memiliki anak. Diantara mereka tidak sedikit yang memang divonis mandul. Sedangkan saya, saya dan suami sehat-sehat saja hampir tidak ada masalah kesehatan yang berarti yang kami alami. Ada juga mereka yang sudah habis ratusan juta rupiah hanya untuk dapat memiliki anak, sedangkan saya belum ada apa-apanya dibanding mereka. Lain lagi mereka yang sudah menikah belasan bahkan lebih dari 20 tahun dan belum dikaruniai momongan. Apa yang saya rasakan belum ada apa-apanya dibanding yang mereka rasakan. Saya bersyukur maka saya ikhlas dengan keadaan saya saya ini. 


Tujuan Menikah
Saya mencoba merenungi lagi atas dasar apa saya menikah dengan suami saya? Ya, tentu saja karena kami saling mencintai. Ini alasan yang paling aman dan nyaman. Tapi tujuan dan niatnya apa? Apakah karena ingin menyenangkan orangtua, ingin kaya, ingin lekas punya anak, ingin ini, ingin itu dan lain sebagainya? Ketika menikah merupakan Ibadah dan sunnah Rasul, disitulah saya kembali menyadari bahwa tujuan kami menikah adalah ingin mendapat cinta Allah, diridhoi dan menjadi ladang amal bagi kami. Mungkin saat ini kekuatan niat kami diuji olehNya. Niat kami harus diluruskan kembali dan keikhlasan kami menjalani biduk rumah tangga, tujuan kami untuk ibadah kepadaNya. Wallahu'alam bishawab.


Tulisan ini diikut sertakan dalam GIVE AWAY TENTANG IKHLAS


29 Tahun perjalanan move on

Wednesday, May 07, 2014 | me | 3 Comments so far

Tak Terasa Mei 2014 ini saya genap berusia 29 tahun, umur yang tidak muda lagi, agak shock juga hampir memasuki usia kepala 3, oh no... Kerutan mulai kelihatan. 29 tahun menjalani hidup, ngapain saja ya saya? Apa yang sudah Saya capai? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja saat muhasabah diri setiap selesai sholat.
Flashback kemasa lalu, coba memutar slide demi slide memori dimasa kecil, remaja, kuliah, bekerja, menikah, hijrah, menjadi PNS, hijrah lagi dgn meninggalkan suami dan saat ini kembali lagi kepelukannya. Kalimat pertama yang saya ucapkan adalah alhamdulillah. Alhamdulillah Saya masih hidup, masih sehat, masih bersama orang-orang yang saya cintai dan masih bisa ikutan giveaway ini, hihihi... Thank God for everything you have gave to me and my family. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang bisa kamu dustakan.

Bertekad tak ingin dihina karena miskin dan tak berpendidikan.
Saya terlahir Dari keluarga yang sederhana, istilah saat ini mungkin bisa disebut keluarga dari kalangan ekonomi menengah kebawah. Ayah saya seorang Pelaut Dan Ibu Saya seorang petani. Jangan Tanya kehidupan kecil saya (SD), hidup saya pas-pasan di desa saya yang berada disalah satu kabupaten di Kalbar, sangat jauh dari peradaban Kota. Kolot, ndeso, hitam, dekil begitulah ledekan saudara-saudara sepupu Saya kalau mereka berkunjung kerumah Saya. Mereka selalu Meledek Saya karena tak bisa berbahasa indonesia dengan baik dan benar, karena keseharian di rumah dan disekolah saya menggunakan bahasa melayu. Hinaan makin bertambah ketika mereka asyik bercakap-cakap dalam bahasa inggris dan Saya tak mengerti satu katapun yang mereka ucapkan. Menangislah si cengeng ini ketika dibully oleh sepupu-sepupunya.
Terlahir dari keluarga miskin Bukan berarti saya patah arang Dan menerima saja Nasib Saya. Saya berusaha untuk move on mengubah Nasib saya untuk menjadi orang yang berpendidikan walaupun pendidikan orangtua Saya hanya SD. Saya meyakini bahwa Allah Akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Tekad Saya kuat untuk terus sekolah sampai kebangku kuliah. Perjalanan move on ini pun tidak mudah, karena Saya harus menempuh jarak 15 KM pulang pergi disiang hari bolong dengan sepeda selama 3 tahun waktu SMP, kemudian menumpang tinggal dirumah keluarga dan jadi pengasuh anak paruh waktu sewaktu SMA dan hidup pas-pasan dengan hasil dari beasiswa sewaktu kuliah. Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan kuliah Saat Saya berusia 20 tahun dengan predikat cumlaude dan lulusan termuda. Move on ini saya persembahakan untuk kedua orangtua Saya.

Sarjana Pengangguran
Selesai kuliah ternyata Saya tak langsung dapat pekerjaan. Alih-alih menjadi PNS (pekerjaan Idaman hampir sluruh orang Indonesia) karena tak kuat modal untuk menyogok, Saya malah bekerja serabutan. Sarjana jadi pekerja serabutan??? Iya itu saya. Menjadi waitress di restoran, sales toko elektronik, marketing pembuatan website, ikut-ikut teman Jadi event organizer untuk seminar dan konser musik sampai menjadi penyiar radio. Pikiran saya waktu itu Hanya malu kalau tidak bekerja. Move on lagi donk.. Gak boleh Jadi sarjana pengangguran, semangat kerja. Jangan ditanya soal gaji, saya pernah dibayar Rp. 1.500,/jam dari bekerja sebagai penyiar radio. 10 jam cas cis cus di depan microphone sampai blepotan cuma dibayar 15.000 saudara-saudara Dan itu saya alami pada tahun 2006. Udah move on pun masih begini saja ni nasib Saya. Eittt... Gak boleh patah semangat, move on lagi dong untuk merubah nasib jadi seorang perempuan sukses.


Move on Demi suami dan jalan menjadi PNS.
Nasib sedikit berubah ketika saya move on Dari Jadi penyiar radio Swasta ke radio pemerintah (satu-satunya). Gaji sudah mulai Ada peningkatan, alhamdulillah. Umur udah 24  tahun kala itu, "Nikah yuk" ajak calon suami Saya. Bismillah..kami mantap menikah Mei 2009, ini juga move on dari status single menjadi menikah, keputusan yang termasuk berani lho ini, karena proses perkenalan yang tak lama ditambah lagi setelah menikah kami Berjauhan (LDR). Hampir setahun berjauhan, suami saya sakit keras dan harus intensif dirawat. Pekerjaan Saya Gimana? Bentar lagi mau diangkat Jadi PNS pula. bismillah... Demi suami, move on lagiiiiii. Saya hijrah Ke Kutai Kartanegara untuk menemani dan merawat suami. Ikhlas hati meninggalkan orangtua Dan sanak keluarga demi suami terkasih. 8 Bulan merawat suami, alhamdulillah dia sehat kembali. Diperantauan saya pun tetap gigih mencari kerja demi membantu suami dan untuk bantu-bantu keluarga. Usaha Saya berbuah manis, setelah selama 4 tahun (sejak lulus kuliah) saya mencoba ikut tes CPNS akhirnya Saya Jadi PNS juga (pekerjaan Idaman rakyat Indonesia) dan ini tanpa menyogok serupiah pun. Murni. Penempatannya pun bergengsi, Kementerian pusat, di Jakarta. Emak... Anakmu berhasil move on Dari orang desa jadi orang jakarteeee. Move on lagi meninggalkan suami sementara waktu demi mengejar mimpi untuk kehidupan yang lebih baik dan punya rumah sendiri.

Pekerjaan impian 
3 tahun bekerja di Jakarta akhirnya saya memilih untuk move on lagi Ke Balikpapan, karena suasana pekerjaan yang tidak kondusif untuk kesehatan jasmani dan rohani saya. 3 tahun bergelut dengan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan Saya ternyata tidak sepenuhnya membuat saya enjoy menjalaninya, passion Saya bukan berada dibalik meja Dan membuat draft peraturan hukum, bukan pula menjadi seorang staf penurut apapun keinginan atasannya, ah Saya ini seorang pembangkang. Ketika hati sudah tak cinta, mengapa harus dipaksakan, bukankah kita hidup tidak untuk saling menyakiti dan tersakiti. Masyaallah Bahasanya bung.... Eh Tapi ini iya lho, Bagi Saya keterikatan hati dengan pekerjaan, dengan pimpinan Dan teman itu sangat menentukan prestasi kerja lho. Meski dengan berat hati, Saya memilih untuk meninggalkan Jakata Ke Balikpapan, mengajukan mutasi sukarela, melepas semua kenikmatan menjadi PNS kantor pusat, mencopot semua kesombongan diri yang sempat melekat karena sudah merasa Jadi orang hebat. Bukan ini yang Saya impikan, Bukan ini pekerjaan impian saya.
Bismillah, Desember 2013 Saya resmi berada Dikantor baru, kantor yang lebih kecil, penghasilan juga lebih kecil,  dengan jumlah pegawainya juga sedikit. Tapi itu semua tiada artinya dibanding dengan ketenangan batin dan perasaan ikhlas menjalani semua ini. Berkumpul kembali bersama keluarga tercinta dirumah idaman yang telah berhasil kami bangun dengan hasil keringat, kerja keras dan pengorbanan kami. Disini Saya mulai mewujudkan mimpi-mimpi Saya yang lainnya, move on dari seorang legal drafter dan mencoba menggali passion baru Saya yaitu mengajar dan menjadi pengusaha guesthouse.

Bermimpilah seindah yang kau bayangkan, bangkitlah dan wujudkan dengan sekuat tenaga yang kau bisa. Jika jatuh, bangkitlah, move on dan berlari lagi wujudkan mimpimu jadi nyata.

Ayo bangkit generasi MOVE ON! Ikutan BIRTHDAY GIVEAWAY: MOVJE ON yuuuk” 























Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...