Long Distance Love, kekuatan cinta kita yang teruji jarak dan waktu

Wednesday, September 25, 2013 | me |
Jakarta, September 2013.
Merindukanmu malam ini membuatku ingin menulis sesuatu yang sedikit sentimentil. Seulas cerita perjalanan cinta kita, pahit manis biduk rumah tangga yang akan terus kita jalani hingga akhir hayat kita. Cerita ini kelak juga akan kubagikan ke anak-anak kita yang saat ini sedang Allah rencanakan kehadirannya.
Mengenalmu di akhir tahun 2003, sayang apa kau masih ingat? Waktu itu aku masih muda belia, masih duduk di semester 3 bangku kuliah. Kau menyapaku di dunia maya melalui sebuah forum pertemanan, tapi bukan Friendster apalagi Facebook yang belum ada saat itu. Perkenalan yang to the point, kau tanya siapa aku, tinggal dimana, seperti apa ciri-ciri fisikku dan kau minta foto dan nomor teleponku. What? Gila... orang ini gila. Tapi aku penasaran, who are you? Tampan kah engkau, baik kah hatimu aku tak tau. Aku berfikir saat itu kau hanya seorang lelaki yang ingin mengerjaiku, lelaki berusia 26 tahun yang over PD tapi “tak laku” di alam nyata yang sedang mencari pacar di dunia maya dengan syarat2 yang kau buat.
Perkenalan kita berlanjut melalui telpon dan sms. Aku baru tahu ketika kau bercerita kau ingin serius mencari calon istri. Bukan... Bukan aku, aku merasa belum cocok denganmu saat itu. Aku tak mau serius dengan orang yang dari antah berantah. Pengalamanku sebelumnya dengan seorang teman dari dunia maya sudah membuatku kecewa. Tapi kau tak putus asa, kau kirim surat untukku, cerita panjang lebar tentang keluargamu, kau juga kirim fotomu bersama ibumu. Sedikit luluh rasanya saat itu melihat upayamu merayu, ya tidak ada salahnya kita berteman.
Hampir tiga tahun hubungan itu tak bisa kusebut spesial karena tak tahu apakah kita bisa bertemu, karena jarak kota kita yang jauh, Pontianak-Surabaya. Kita hanya berkomunikasi melalui telepon dan sms, juga saling berbalas email beberapa kali. Sampai akhirnya awal Januari 2006 kau mengutarakan niatmu untuk datang ke Pontianak pada saat wisudaku. Perjuanganmu untuk bisa bertemu denganku juga tidak mudah, kau menempuh perjalanan laut dengan kapal Pelni selama dua hari dua malam untuk sampai ke Pontianak. 26 Februari 2006, dipelabuhan Dwikora Pontianak kita pertama kali bertemu.
Pertama kali melihatmu langsung, rasanya takjub. Kau nyata, lelaki yang selama ini selalu menelponku 3 kali sehari seperti minum obat, bahkan kadang over dosis. Lelaki yang over PD dan punya selera humor yang sedikit norak, lelaki yang selalu romantis dalam setiap puisi copy paste dari internet, lelaki pemberani dan cenderung nekad. Aku masih ingat saat itu, perawakanmu tinggi, gagah dengan kaos putih, celana panjang hitam, coat selutut warna hitam dan menggunakan sepatu boot tinggi, dengan ransel ala backpacker. Deg-degan rasanya, aku malu tapi mulai menyukaimu.
Di Pontianak tak satupun ada keluarga atau temanmu disini, tak ada pilihan selain menginap dirumahku. Sikapmu yang sopan membuat orangtuaku mengijinkanmu untuk menginap dirumahku selama seminggu. Keseriusanmu untuk datang bertemu denganku dan keluargaku membuat orangtuaku menyetujui ketika kau serius “memintaku” kepada orangtuaku, padahal baru sekali kita bertemu.
Hubungan kita terus berlanjut setelah pertemuan pertama pada Februari 2006. Setelah itu kita hanya bertemu 3 kali selama tiga tahun. Pertemuan kedua, tahun 2007 ketika aku hendak pulang kampung ke Makassar dan mampir sebentar ke Surabaya, kau ajak aku berkenalan dengan ibu dan saudara-saudaramu. Pertemuan ketiga, lebaran idul fitri tahun 2008 kau datang lagi ke Pontianak untuk resmi melamarku, bertemu keluarga besarku, sendirian. Tak sampai setahun, pada Mei 2009 hingga akhirnya kita mantap menikah. Alhamdullilah... Kita berjodoh, dan berharap ini kekal hingga Maut memisahkan kita.
Hari pernikahan harusnya kita menjadi orang yang paling bahagia didunia. Setelah perjalanan panjang 6 tahun, akhirnya kita menikah. Tapi dihari pernikahan kita, cobaan pertama datang, musibah. Pagi hari ketika kita bersiap untuk didandan untuk acara akad nikah, tiba-tiba kau muntah-muntah, diare, badanmu panas, wajahmu pucat. Aku panik tapi tetap berusaha tenang. Akhirnya akad nikah tetap dapat dilaksanakan pagi itu, tapi kondisimu masih tak baik. Antara haru bahagia dan juga sedih melihatmu sayang saat itu. Semakin siang kau semakin parah, kau diare akut. Aku mohon kepada Allah untuk kesehatanmu, aku sedih, panik tapi aku harus kuat. Akhirnya siang hari sampai malam resepsi pernikahan kita aku hanya sendiri di pelaminan tanpa hadirmu. Semua tamu undangan bertanya, dimana pengantin lelakinya, aku hanya bisa menjawab bahwa kau dikamar sedang sakit. Aku berusaha tegar dan tetap menghargai para tamu yang datang.
Selesai acara resepsi pernikahan kita, kondisimu masih lemah dan akhirnya sepanjang malam pertama pernikahan kita, semalaman aku tak tidur merawatmu, sedih rasanya tapi semua kusimpan dihati tak boleh terlihat olehmu. Opname pun tak terhindari, keesokan harinya akhirnya kau pun terpaksa dirawat di rumah sakit selama 3 hari. Tugas sebagai istri di hari pertama pernikahan kita adalah menjadi perawat. Itulah perjalanan awal pernikahan kita. Bahagia ataukah sedih? Tak dapat kujelaskan. Aku hanya bisa terus bersyukur kepada Allah karena kita sudah menikah, aku bersyukur bisa menjadi istrimu dan merawatmu.
Dua hari saja setelah keluar dari rumah sakit kita bisa bahagia menikmati bulan madu pernikahan kita. Hari berikutnya kau kembali lagi ke Surabaya karena harus bekerja dan aku masih tetap di Pontianak untuk bekerja mengejar mimpiku. Saat itu kita memang belum memikirkan kita akan tinggal dimana setelah menikah. Semua kita pikirkan nanti, sambil melihat peluang karir kita masing-masing. Dua bulan berikutnya kau ajak aku ke Surabaya, untuk menebus rasa bersalahmu karena resepsi pernikahan yang “gagal” di Pontianak. Ibumu menyusun acara ngunduh mantu yang tak kalah meriah dari acara resepsi nikah di Pontianak. Aku tak berharap ini sayang, tapi aku berterimakasih. Bulan madu ala backpacker ke Jogjakarta juga sangat berkesan. Allah sangat baik, kesedihanku Dia balas dengan sejuta senyum berikutnya. Terimakasih ya Allah, kau pertemukan aku denganmu yang selalu berusaha membuatku bahagia.
Long distance love sudah biasa kita lalui sejak awal perkenalan kita. Tapi memang rasanya berbeda setelah kita menikah. Rindu setiap saat hanya bisa kita obati dengan mendengar suara melalui telepon. Bulan-bulan berikutnya aku masih tetap bekerja di Pontianak, kaupun juga begitu. Kita yakin, suatu saat kita akan bersama tapi banyak hal yang harus kita siapkan, keuangan rumah tangga kita terutama. Sampai akhirnya pada bulan ke tujuh pernikahan kita, ketika aku sedang menjalankan tugas negara untuk “Siaran radio perdana” di perbatasan Indonesia-Malaysia, aku mendapat kabar kau sakit yang cukup serius, hepatitis. Duniaku rasanya runtuh sayang. Aku sedih, aku ingin terbang ke Surabaya untuk merawatmu. Tapi keadaan sangat tidak memungkinkan, aku tidak punya uang untuk kesana dan tugasku juga belum selesai. Setelah semua tugasku selesai dan aku mendapat bayaran dari tugas beratku di perbatasan aku pun terbang menjengukmu untuk beberapa minggu. 
Setelah kondisimu semakin sehat, aku pun kembali lagi ke Pontianak. Aku sedih, aku ini istri macam apa yang tega jauh meninggalkan suami. Demi apa aku meninggalkanmu? Demi apa kita memilih untuk berjauhan seperti ini? Walaupun kita tak pernah mengeluh dengan rumah tangga yang kita jalani, tapi didalam hati kita tahu bahwa kita ingin selalu bisa bersama, tidak terpisah seperti ini. Tapi kita berdua punya cita-cita untuk kehidupan rumah tangga yang mapan dan semuanya harus kita rintis dari nol. Kita harus kuat menjalani ini.
Kau adalah tipe suami bertanggung jawab yang tak ingin melihat aku kesusahan setelah menikah denganmu, kau selalu ingin dapat membahagiakanku. Untuk itulah awal 2010 kau memutuskan untuk nekad merantau ke Kalimantan Timur, ke sebuah kota kecil yaitu Tenggarong, Kutai Kartanegara, padahal ketika aku tahu sakit hepatitismu belum sembuh total. Ajakan sahabatmu untuk mengajar disebuah SMK Farmasi dan bekerja di Puskesmas tak bisa kucegah, aku mendukung dan mendoakanmu. Tiga bulan pertama di Tenggarong adalah bulan yang berat untuk kau jalani, karena terlalu lelah bekerja di dua tempat, hepatitismu kambuh dan sampai dirawat di rumah sakit. Lagi aku menangis tapi aku tak tau harus berbuat apa. Hidupku juga prihatin dikotaku, dengan gajiku yang saat itu cuma Rp850.000. Allah lah tempatku mengadu, aku bingung harus berbuat apa. Akhirnya dengan hati sedih aku meninggalkan kedua orang tuaku, berhenti dari pekerjaanku, berhenti mengejar mimpiku, dan menyusulmu disana. Merawatmu dan berharap aku bisa membangun mimpiku lagi dari nol.
Bismillah, 28 Maret 2010 akupun berangkat menyusulmu, dengan beberapa koper berisi pakaian, buku-buku dan beberapa  perabot dapur pemberian ibuku dan juga ibumu. Tiba di Tenggarong malam hari, aku pun menangis memasuki kota itu,  kota itu sepi dan aku merasa aku terbuang, jauh dari keluargaku, orangtuaku, sahabat-sahabatku, hanyan berdua bersamamu dan tak tahu apa yang akan terjadi esok, masa depan kita yang menggantung. Hidup mandiri kita mulai saat itu.
Pertama kali masuk ke kamar kontrakan kita yang sangat sederhana, yang dicarikan oleh temanmu, aku sedikit shock. Tak ada apapun disana, kosong.  Ya tapi inilah awal kehidupan rumah tangga kita yg sebenarnya. Kita tak punya apa-apa, hanya kasur tipis yang dibawa dari Surabaya, 2 piring, 2 gelas, 2 sendok, pemanas air dan rice cooker.  Minggu-minggu pertama di Tenggarong sangat berat untukku sayang, aku tak terbiasa hidup seperti ini, jauh di orangtuaku. Aku anak tunggal dan terbiasa dengan hadirnya keluargaku. Tak ada hiburan di kamar kontrakan karena kita tak punya televisi, apalagi kamar kontrakan kita ada dilantai 2, setiap malam aku selalu kepanasan dan kita masih belum punya kipas angin. Akhirnya setiap malam aku selalu mengajakmu ke pinggiran sungai Mahakam, duduk dibawah "golden gate" nya kota Tenggarong, ngobrol sambil  jajan tahu goreng atau cilok dan menikmati malam sampai kita mengantuk dan pulang. Kita tetap bisa bahagia walaupun hidup sangat sederhana seperti ini.
Semakin hari aku semakin betah di Tenggarong itu, apalagi ketika kita pindah ke rumah kontrakan kita yang baru. Aku senang karena punya tetangga-tetangga yang baik dan juga nenek yg punya rumah kontrakan yang sangat baik padaku. Akupun semakin menikmati tugasku sebagai istri dirumah, memasak, mencuci, melayani suami dan juga tetap mencari-cari pekerjaan untukku lagi. Kondisi kesehatanmu pun berangsur-angsur pulih walau masih terus mengkonsumsi obat setiap hari. Dari hasil pekerjaanmu kita bisa cicil motor bekas, punya televisi, kasur dan kipas angin walaupun saat itu kita belum punya lemari.
Pekerjaanmu sebagai guru farmasi di SMK Farmasi ditambah dengan pekerjaan sampingan sebagai asisten apoteker di apotek akbar dari jam 5 sampai jam 10 malam membuatmu lelah setiap hari. Semua kau lakukan sebagai bentuk tanggungjawabmu, ingin selalu membuatku bahagia. Sampai suatu hari, yaitu hari ke 26 Ramadhan tahun 2010, 4 hari sebelum hari raya Idul fitri kau sakit tipes dan harus opname. Di saat kita jauh dari keluarga, dan uang yang pas-pasan, aku pun dengan sangat terpaksa menjual mas kawin yang kau berikan untuk membayar biaya rumah sakit. 
Sebagai istri aku tak tega membiarkanmu banting tulang, aku memutar otak untuk dapat membantumu. Jualan parfum, kue pastel dan jualan roti bakar aku lakukan. Setiap pagi jam 4 subuh aku sudah bangun untuk membakar roti dan mengisinya dengan berbagai rasa. Jam 6.30 pagi roti itupun selalu kau bawa untuk dititipkan di kantin sekolah tempatmu mengajar. Aku tak malu lagi melakukan ini semua demi dapat membantumu, aku bahagia.
Pembukaan CPNS salah satu kementerian pada tahun 2010 aku ikuti, ini kesempatan keduaku karena tahun 2009 aku gagal. Aku fokus belajar, ini mimpiku untuk bisa jadi bagian kementerian yang bergengsi itu. Aku mempersiapkan diri untuk mengikuti tes empat tahap dengan sistem gugur. Kau mendukungku penuh, kau bantu aku mencarikan soal-soal tes CPNS tahun-tahun sebelumnya, kau mengantarku setiap tahapan tes ke Balikpapan dengan sepeda motor selama 4 jam perjalanan. Pada tahapan tes ketiga yaitu tes kesehatan, sakit tipesmu kambuh lagi tapi kau nekad untuk tetap mengantarku ke Balikpapan. Perjuangan dan dukunganmu untuk kesuksesanku sangat besar sayang dan alhamdulillah pada bulan Oktober 2010 aku lulus tes terakhir. Sungguh aku tak akan kuat melewati semua tes itu tanpa dukunganmu.
Setelah dinyatakan lulus dan akan ditempatkan di Jakarta akupun lunglai. Aku berat meninggalkanmu, itu artinya kita akan terpisah lagi, padahal baru 8 bulan kita hidup bersama. Pada saat itu, aku bersumpah jika tak Keluar restu itu darimu, selangkahpun aku tak akan berangkat ke Jakarta. Tapi katamu, demi cita-cita kita berdua untuk dapat hidup mapan suatu hari kita harus bersabar dan  kesampingkan ego kita. Aku melihatmu menangis ketika aku pergi meninggalkanmu dan rumah kontrakan kita yang begitu banyak kenangannya.
1 Desember 2010 aku mulai bekerja di Kementerian itu dan pada saat yang sama kau pun diterima bekerja sebagai kepal instalasi di salah satu rumah sakit di samarinda dan mulai bekerja pada tanggal 1 Desember 2010 pula. Ini bukan kebetulan tapi semua sudah diatur oleh Allah SWT. Allah punya rencana indah untuk hidup kita setelah diberi bermacam ujian dan cobaan. Kesabaranmu dan keuletan kita mengantarkan kita ke karier masing-masing yang kita impikan.
Sayang....  4 tahun pernikahan kita, 4 tahun menjalani long distance love banyak sekali suka dan duka kita lewati bersama, berjauhan seperti ini bukan suatu yang mudah. Pengorbanan hati, perasaan dan juga uang kita alami. Kita berusaha untuk bisa bertemu, siapapun dari kita yang bisa  dan punya waktu luang. Alhamdulillah Allah masih berikan kita kemudahan rejeki dan waktu untuk kita bertemu walau kadang hanya sebulan atau dua bulan sekali.
4 tahun rumah tangga kita ini masih awal dan kita masih akan terus bersama, bertahan dan terus menumbuhkan cinta baru disetiap hari dengan orang yang sama. Riak-riak kecil keributan dalam rumah tangga kita selama ini tak pernah membuat kita surut. Salah satunya adalah workaholic-mu yang selalu membuatku cemas, kadang membuatku seperti terlupakan dan menjadi nomor dua setelah pekerjaanmu. Maafkan aku yang selalu merepotkanmu dengan ngambekku dan kurang pengertian dengan kesibukan kerjamu. Sayang, terimakasih telah memberikan kepercayaan kepadaku ketika jauh darimu, terimakasih telah mendukung semua cita-citaku, terimakasih karena selalu sabar dan tak pernah marah apalagi lelah menghadapiku yang keras, cerewet dan  pencemburu ini.
Sayang, meskipun kau bukan suami yang romantis yang dapat membuat istrimu ini terlena karena kata-kata indahmu tapi aku selalu luluh dengan kesetiaan dan tanggungjawabmu sebagai suami. Bagiku bentuk cintamu yang menjelma dalam kesetiaan dan tanggungjawabmu saja sudah cukup dan lebih dari segalanya. Apalagi yang kurang bagiku, ketika kau membuatkanku sebuah istana kecil yang dengan pemandangan indah diatas bukit di kota Balikpapan, yang ratunya adalah aku. Tak cukup cuma itu, kau juga menyiapkan investasi masa depan untuk kita ketika nanti kita sudah tak kuat bekerja, rumah kost 4 kamar yang saat ini sedang kita bangun alhamdulillah hampir memasuki tahap akhir. Aku selalu ingat kata-katamu, bahwa kau ingin selalu membahagiakan orang-orang yang kau cintai, aku dan keluarga kita. Kau rela berkorban, bekerja siang dan malam untuk bisa membahagiakan kami. Itulah bentuk cintamu yang sederhana namun hatimu seluas samudera.
Sayang, tak selamanya aku akan berada jauh darimu, itu bukan inginku. Apapun karirku, aku hanyalah seorang istri, yang ingin mencintai dan melayanimu. Aku hanya seorang istri yang ingin masuk syurga karena taat dan patuh padamu. Aku hanya seorang istri yang keinginan terbesar dalam hidupnya adalah dapat terus bisa berada disisimu, memasak makanan enak setiap hari untukmu, memelukmu disaat bahagia dan sedih, memijitmu dikala kau lelah selepas bekerja,  sejuk dan teduh dipandang olehmu setiap hari dan menjadi ibu dari anak-anakmu yang sholeh dan sholehah.
Alhamdullilah perjuanganku pun untuk kembali ke Balikpapan membuahkan hasil. Permohonan mutasiku ke salah satu unit kerja Kementerian di Balikpapan sudah disetujui. Alasan utama mengikuti suami tentunya tak dapat ditolak oleh pimpinan. Ya, selayaknyalah sebagai istri aku selalu berada disisimu, tanpa meninggalkan pekerjaanku.Tak lama lagi, ya sebentar lagi kita akan bersama lagi
Sayang, aku yakin Allah punya rencana yang indah dari setiap perjalanan rumah tangga kita ini. Semoga Allah merahmati rumah tangga kita dan selalu melimpahkan begitu banyak cinta setiap hari serta senantiasa dalam ketaatan kepadaNya. Semoga Allah juga mengabulkan doa yang setiap saat kita lantunkan dalam hati untuk dapat diberikan keturunan yang  sholeh dan sholehah dari sisiNya. Amin...



Bulan madu kesekian kalinya lagi, Trunyan, Bali

Istana kecil yang dibangun suamiku


Catatanku ketika baru tiba di Tenggarong

salah satu puisi romantis suamiku (copas dari internet :P)


Barakallahu.. untuk mbak Uniek Kaswarganti untuk wedding anniversary-nya yang ke 10, semoga rumah tangganya penuh barokah, selalu Allah limpahkan cinta setiap saat, kebahagiaan dan penuh ketaatan kepada Allah SW.

Kisah pernikahan ini diikutsertakan pada Giveaway 10th Wedding Anniversary by Heart of Mine :)


6 comments:

  1. terima kasih utk partisipasinya mba, minta tolong donk itu link-nya dibenerin dulu :) Ada 2 link yg harus disertakan ya, mungkin bisa 'nyontek' punya peserta yg lain hihihii... kutunggu ya mba

    ReplyDelete
  2. Hihi... makasih mbak Uniek untuk koreksinya. sudah aku perbaiki, semoga sudah sesuai dengan persyaratan (nyontek link peserta lain) :D

    ReplyDelete
  3. wah gampang banget ya nemu jodohnya hihi... jd pengen kayak gt:)

    ReplyDelete
  4. hihihi... gak gampang juga, butuh 3 tahun baru bisa lihat orangnya langsung, dan masih bertahan selama 4 tahun ini walaupun tak bisa bertemu tiap hari. Hehehe...tapi namanya juga jodoh, dari mana aja bisa ya ketemunya :D

    ReplyDelete
  5. Mel, baru mampir iniii.. Hehe gini toh kisah lengkapnya.. Semoga cepet keluar itu SK yaaa ;)

    ReplyDelete
  6. Mbak Dini, ya mbak... hihihi. amin mbak, doakan ya :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...