Serunya Travelling Mudik lebaran ke Bumi Arrung Palakka, wisata alam, sejarah, ziarah dan silaturahim

Sunday, June 14, 2015 | me |

"Engkana' rimabelae

Rilipu' wanua laeng

Deceng Muaro Usappa
Uwelai wanuakku

Tanah Ogi Wanuakku
Wanua talessurekku
Indo' ambo malebbi'ku
Uwa'bokori ulao"
Tenri Ukke- Tana Ogi Wanuwakku

Sepenggal lirik lagu bugis di atas selalu mengingatkan saya akan tanah bugis atau tanah sulawesi, kampung halaman kedua orang tua saya. Mereka merantau sejak remaja dan saya sendiri adalah anak perantau yang lahir dan besar di daerah perantauan tepatnya di Pontianak dan kemudian juga belajar menjadi perantau, kini saya dan keluarga terdampar di Balikpapan. Bekerja dan menetap disini, bersama kedua orangtua saya.

Orangtua saya seringkali bercerita betapa indahnya kampung halaman mereka. Alamnya yang masih asri, pemandangannya luar biasa indah, rasa kekeluargaan dan gotong royongnya sangat tinggi, setiap orang senang bisa membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan uang semata, semua masalah diselesaikan secara kekeluargaan dan masyarakatnya hidup rukun. Rasanya hal-hal indah seperti itu sudah jarang kita temukan di kota ya teman-teman. Saya pertama kali menginjakkan kaki ke tanah kelahiran orangtua saya tahun 2001, dan selalu ingin kembali kesana.

Tahun 2014 yang lalu, saya dan suami memutuskan untuk merayakan hari raya Idul Fitri di kampung halaman orangtua saya. Rencana itu saya tulis gede-gede sejak awal tahun, "This year trip is: Desa Kalero Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone-Sulawesi Selatan". Rencana perjalanan kali ini semuanya saya yang susun, dari tiket pesawat, rental mobil, tempat-tempat wisata yang akan kami kunjungi selama disana, dan lain sebagainya. Layaknya akan berangkat liburan, saya tak mau ada satu halpun yang kurang, persiapan harus matang agar saat disana semuanya tidak ada masalah. Perlengkapan liburan yang tak boleh saya lupa bawa kali ini adalah kamera, karena nanti saya akan hunting foto-foto bagus dan menuliskan pengalaman saya selama disana.

Bismilillah, kami berangkat berlima, saya, suami, putra saya dan kedua orangtua saya. Travelling/Mudik lebaran bersama keluarga lengkap,  pasti akan sangat menyenangkan. Dari Balikpapan-Makassar kami menggunakan pesawat dan kemudian kami lanjutkan perjalanan dari Makassar-Bone menggunakan mobil rental yang kami sewa selama kami 7 hari berada di Bone. 

Perjalanan Makassar-Bone tidak berjalan mulus, karena supir rental mobil yang membawa kami benar-benar mengecewakan kami, dia tidak tau jalan menuju kampung Bapak saya. Musibah di malam takbiran, perjalanan yang harusnya cukup ditempuh dengan waktu 4 jam, kenyataannya kami tempuh dengan waktu 6 jam. Weeewwww.... tua dijalan saya, saking dongkolnya dengan supir yang tak hafal medan dan juga ngeyel. Pusing palak berbie... hehehe. Kami sampai dikampung bapak saya jam 1 dini hari, dan disambut oleh puluhan keluarga di rumah kediaman adik bapak. Tengah malam kami dijamu dengan menu-menu menggugah selera. Kesalpun hilang berganti dengan perut kenyang dan mata mengantuk. 


Bangun subuh-subuh dengan mata yang masih sangat ngantuk, kami buru-buru mandi dan persiapan sholat Ied di satu-satunya masjid di Desa Kalero. Pagi yang cerah, matahari bersinar tanpa malu-malu. Indah sekali menikmati peralanan menuju mesjid. Jam 6.30 pagi masjid sudah penuh dengan jama'ah. Suasana syahdu dengan gema lantunan kalimat takbir, tahmid dan tahlil dan kemudian dilanjutkan dengan shalat ied berjamaah.



Suasana Idul Fitri di desa Kalero tidaklah seperti di kota-kota, disini terlihat biasa saja, kecuali ramai sanak keluarga dan tetangga yang datang kerumah-rumah untuk bersilaturahim, bermaaf-maafan dan menikmati hidangan lebaran alakadarnya dan kemudian berziarah ke kuburan-kuburan tetua (nenek moyang) yang sudah meninggal. Kamipun menikmati semua moment tersebut, benar-benar travelling yang menyenangkan kali ini. Lihat saja ekspresi suami dan anak saya yang ceria.
Sepulangnya kami dari Sholat Ied


Dibawah kolong rumah panggung, para ponakan sudah menunggu kami untuk "uang angpao lebaran"

Para Lelaki bugis yang bercengkrama setelah sholat Ied. Semuanya bersarung :D


Perjalanan menuju ke kuburan alm. nenek dan kakek saya


Ekspresi anak saya yang senang saat berada di kuburan :(


Suami saya yang ingin jadi pengembala kerbau
Model dadakan di hutan, hahaha....

Dihari kedua idul fitri, saya dan keluarga besar mengunjungi Watampone, ibu kota Kabupaten Bone, kurang lebih 1,5 jam perjalanan dari desa Kalero. Tujuan kami adalah Rumah Adat "Bola Soba" Watampone dan juga Tanjung Palette. Perjalanan kami melalui rute Lappariaja-Watampone. Di jalur yang kami lewati kami juga menjumpai satu jalan terowongan batu yang unik yang disebut Sumpang Labbu, terowongan batu ini konon katanya dibangun di era penjajahan kolonial Belanda.
Diatas terowongan Sumpang Labbu ada semacam tempar untuk pengendara yang ingin beristirahat sejenak

Pemandangan dari atas terowongan Sumpang Labbu

Terowongan Sumpang Labbu yang dibangun di era Kolonial Belanda
Sesampainya kami di kota Watampone, kami langsung menuju Bola Soba, yang terletak di Jalan Latenritta, Watampone. Untungnya dihari libur lebaran seperti ini, rumah ini tetap buka. Rumah ini  dalam bahasa Indonesia berarti rumah persahabatan. Rumah tradisional bugis Bone ini bermaterial kayu yang kokoh dan berdiri di atas lahan seluas 1/2 hektar. Kokohnya bangunan ini menandakan bahwa sejak dahulu kala masyarakat Bone telah menguasi pengetahuan teknik arsitektur dan sipil yang hebat. 

Menurut informasi yang saya kutip dari sini,  Bola Soba dibangun pada masa pemerintahan Raja Bone ke-30, La Pawawoi Karaeng Sigeri sekitar tahun 1890. Awalnya, diperuntukkan sebagai kediaman raja. Selanjutnya, ditempati oleh putra La Pawawoi, Baso Pagilingi Abdul Hamid yang kemudian diangkat menjadi Petta Ponggawae (Panglima perang) Kerajaan Bone. Seiring dengan ekspansi Belanda yang bermaksud menguasai Sulawesi, termasuk Kerajaan Bone pada masa itu, maka Saoraja Petta Ponggawae ini pun jatuh ke tangan Belanda dan dijadikan sebagai markas tentara. Tahun 1912, difungsikan sebagai mes atau penginapan untuk menjamu tamu Belanda. 


Bola Soba tampak depan

Bangunan dalam Bola Soba, tiang-tiang bangunan yang kokoh, lantai dan dindingpun terbuat dari kayu


Silsilah Raja Bone, saya masuk keturunan kerajaan Bone generasi berapa ya? :D

Tiang Seri (tiang yang pertama kali ditancapkan saat membuat rumah) Bola Soba yang dibungkus kain putih dan dikelilingi dengan hidangan bermacam-macam kue 

Arung Palakka, pendiri pertama kerajaan Bone

Kami kemudian melanjutkan perjalanan, menuju destinasi wisata kami berikutnya yaitu Tanjung Palette, kurang lebih 1 jam dari kota Watampone. Meskipun lokasinya di pinggir pantai teluk Bone, kawasan wisata Tanjung Pallette berbeda dengan kawasan wisata pantai lainnya di Sulawesi Selatan. Di tempat ini kita tidak disuguhi hamparan pasir putih yang indah, melainkan berupa pantai karang yang terjal. Kita bisa menikmati pemandangan bukit karang, deburan ombak  serta hembusan angin pantai. Selain itu, kita juga bisa menikmati aktifitas nelayan, petani rumput laut bahkan dari tempat ini kita bisa melihat dari jauh pelabuhan Bajoe yang panjangnya 3 km menjorok ke laut. Selain wisata pantai, di Pallette ini juga terdapat permandian kolam renang yang cukup luas ukurannya namun terletak berjauhan dari pinggir pantai. Kami sekeluarga menyewa sebuah villa untuk beristirahat dan melihat pemandangan laut sembari mengawasi anak-anak berenang di kolam renang.
Pemandangan indah Tanjung Palette terletak di Teluk Bone

Villa yang kami sewa untuk beristirahat

Bagian depan Resort yang ada di Tanjung Palette

Arah pemandangan ke Teluk Bone

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, kami harus segera pulang supaya tidak kemalaman sampai dirumah. Apalagi jalur yang nanti kami lewati adalah jalur Watampone-Sinjai-Kajuara agak sedikit memutar. Kami memilih jalur ini karena ingin melihat pemandangan lainnya di Kabupaten Bone. Pemandangan sore yang indah, melihat bentangan sawah sangat luas di kiri kanan jalan, sejauh mata memandang hanya hijau dan semburat matahari senja yang sempurna. Perjalanan wisata hari ini benar-benar membuat kami puas.
Perjalan pulang Watampone-Sinjai-Kajuara

Seluas mata memandang, bentangan sawah nan hijau

Matahari senja yang indah

Jalan yang lurus, tak perlu ngebut,  nikmati saja perjalanannya 

Hari ketiga sampai dengan hari ke 5 di Desa Kalero Kabupaten Bone, saya memilih untuk tak kemana-mana. Hanya ingin menikmati alam sekitar, pergi kesawah, melihat beberapa ekor sapi yang saya miliki dan dititipkan disana, dan bermain bersama ponakan-ponakan tercinta. Suami saya, dia lebih memilih untuk pergi memancing bersama saudara ipar saya. Alam desa Kalero tak kalah indahnya dengan pemandangan yang ada di pulau Jawa, dan boleh saya bilang ini bahkan lebih indah. Gak percaya? Coba lihat hasil hunting foto saya berikut ini, disawah-sawah milik keluarga saya.
Menyambut pagi yang sejuk dengan cuaca mendung dari halaman rumah tante saya, seperti diluar negeri ya :)

Anak-anak yang ke sawah untuk mengangut padi yang sudah dipanen

Sawah berundak-undak dengan padi yang sudah menguning, siap panen

3 bodyguard saya yang selalu ikut kemanapun saya pergi

Beberapa ekor sapi milik saya

Siluet indah pohon lontar yang berbaris rapi

Alam kab. Bone yang berbukit-bukit, hijauuuuuu....







Dihari ke enam liburan, kami akhirnya kembali ke Makassar sebelum keesokan harinya bertolak menuju Balikpapan. Di Makassar tujuan kami adalah untuk berwisata di sekitaran pantai Losari, wisata kuliner di Somba Opu, dan juga ke Fort Rotterdam. Sebelumnya kami juga sempatkan untuk mampir ke obyek wisata air terjun Bantimurung yang terletak di Kabupaten Marros. Tempat ini juga dikenal sebagai taman kupu-kupu, ia memiliki spesies kupu-kupu terlengkap di dunia. Sayangnya ketika berada di Bantimurung kami tak sempat melihat kupu-kupu di tempat penangkaran kupu-kupu. Yang ada hanya para pedagang yang menjual kupu-kupu yang sudah diawetkan dan di frame, harganya menurut saya mahal.















Wisata Kuliner di Makassar, Mie Titi


Anak gendut yang lahap makan :D
Tujuh hari travelling dalam rangka mudik lebaran ke kampung halaman itu rasanya masih kurang, masih ingin berlama-lama disana. Tapi apa daya kerjaan dan kesibukan lainnya menanti kami di Balikpapan. Semua pengalaman yang kami alami sangat berkesan terutama untuk suami dan anak saya yang baru pertama kalinya pergi kesana.

Walaupun sebenarnya travelling kami menyenangkan, tetapi ada hal yang sedikit mengganggu kenyamanan kami, utamanya karena rental mobil yang kami sewa sangat mengecewakan kami sejak awal sampai selesai. Dari supir yang tidak profesional, ngeyel, ngambekan, dan mobil yang tak begitu nyaman digunakan karena interiornya yang kurang menarik, body mobil yang besar dan tidak support untuk medan yang berkelok-kelok dan sempit dari Makassar-Bone dan Bone-Makassar (kiri kanan jurang). 

Mengingat pengalaman yang kurang nyaman saat perjalan kemaren, tahun ini jika kami mudik, kami berencana Untuk membawa mobil sendiri dari Balikpapan saja. Perjalanan Balikpapan ke Sulawesi selatan juga bisa via kapal laut koq teman-teman, dengan menggunakan kapal ferry Balikpapan - Pare-pare. Saya sudah bermimpi untuk menggunakan mobil yang memenuhi kriteria yang saya tetapkan, yaitu:

  1. Mobil kecil, agar bisa masuk kapal ferry, turun dari kapalnya juga gampang. 
  2. Bisa melewati medan jalan yang sempit dan berkelok-kelok, naik turun bukit. 
  3. Tampilan eksteriornya agresif, body kokoh, sporty, dan membuat kami PeDe serta puas saat mengendarainya. 
  4. Tampilan interiornya juga harus berkualitas, kabin yang luas dan nyaman dilengkapi dengan pemutar audio (CD/MP3/USB).
  5. AC mobil yang dingin dan dilengkapi dengan Air Fresh Lever, sehingga saat kami melewati daerah pedesaan/pegunungan yang dingin kami bisa mengalirkan udara alam yang segar kedalam mobil tanpa perlu membuka kaca mobil.
  6. Didukung dengan safety seperti seat belt di front seat dan rear seat, serta dilengkapi airbag.
  7. Berteknologi canggih, yang ada power window-nya dan juga dilengkapi dengan kaca spion elektrik.
  8. Bagasi mobilnya harus luas, walaupun mobilnya kecil. Karena saat mudik nanti pasti banyak koper yang akan kami bawa.
  9. Harga mobilnya juga mesti bersahabat dengan saya yang hanya PNS biasa.
  10. Yang terpenting adalah mesinnya, mobil tersebut punya mesin yang bagus, tangguh dan mampu mencapai kecepatan tinggi dengan mudah, serta hemat bahan bakar karena kami akan menempuh perjalanan jauh.

Setelah membuat list kriteria mobil impian saat mudik nanti, saya lalu melirik-lirik beberapa mobil yang menurut saya pas dengan kriteria saya. Dari beberapa pilihan yang ada, mobil yang paling memenuhi kriteria saya adalah Toyota Agya type TRD S. Tampilannya yang kokoh, sporty, tangguh membuat saya jatuh cinta sejak pandangan pertama. Oi mamaaaaakkkk.... keren betul mobil ini nah, kubeli juga ini kalau dapat gaji 13 nanti hehehe. Warna putihnya begitu menggoda, udah ngebayangin aja travelling pulang kampung untuk lebaran nanti dengan mobil kece badai ini. Pasti orang-orang sekampung disana terkesima melihat mobil baru, keren, dan orang-orang cantik dan ganteng didalamnya. Hemmm.... bisa jadi nanti mobil saya diarak keliling kampung, dengan anak-anak berlarian mengejar kami untuk minta uang angpao, hehehehe. Oh Toyota Agya type TRD S kau membuatku mupeng untuk dapat memilikimu.



2 comments:

  1. tabe, sekedar tanya saja, siapa tahu ada sambungannya itu silsilah raja Bone, bolehlah kiranya di upload. Terima kasih

    ReplyDelete
  2. Tabe'.
    Foto banner sissilah na taputus i..
    Cba kh foto yg lgkap.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...